Negara Indonesia dikenal dengan sebutan Negara Kepulauan atau Negara Maritim, karena mempunyai wilayah perairan yang sangat luas. Luas perairan Indonesia mencapai 7,9 juta km2 atau 81% dari luas keseluruhan. Berbicara tentang perubahan laut teritorial Indonesia, laut teritorial adalah wilayah lautan suatu negara yang dianggap sebagai daratan. Berdasarkan Ordonansi tentang Laut Teritorial dan Daerah Maritim (Territorial Zee en Maritim Kringen Ordonantie) tahun 1939 yakni pada masa Pemeritahan Hindia Belanda, batas laut teritorial Indonesia hanya sejauh 3 mil atau sekitar 5.550 m (1 mil laut = 1.850 m), diukur dari pantai setiap pantai setiap pulau pada saat air laut surut.
Ordonansi tentang kelautan tahun 1939 dinilai sudah tidak sesuai lagi dan sangat merugikan untuk memelihara kepentingan dan kebutuhan vital Indonesia baik di bidang politik, sosial budaya maupun pertahanan keamanan nasional. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia memperjuangkan batas laut teritorial tersebut ke forum internasional.
Pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah berhasil membuat kesepakatan yang dikenal dengan nama Deklarasi Juanda. Dalam deklarasi ini disebutkan bahwa batas laut teritorial Indonesia adalah 12 mil, dari garis dasar. Deklarasi Juanda tersebut kemudian dikukuhkan dengan UU No. 4 tahun 1960. Kesepakatan ini didukung pula oleh Konvensi Hukum Jamaica.
Adapun isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan sebagai berikut;
Menyadari bahwa wilayah negara memiliki perairan yang sangat luas, Indonesia memberlakukan Hukum Laut Internasional yang disetujui PBB. Hukum itu berupa Traktat Multilateral hasil pertemuan di Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982. Adapun hasil perluasan wilayah laut teritorial Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Batas Laut Teritorial
Batas laut teritorial adalah garis batas yang berjarak 12 mil dari garis dasar. Kewenangan yang dimiliki suatu negara dalam wilayah teritorial sebagaimana lazimnya sebuah negara mengelola daratan.
Dalam pasal 3 ayat 2 undang-undang perairan Indonesia disebutkan bahwa, “Laut Teritorial adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia sebagaimana dimaksud pasal 5”. Pasal 5 yang dimaksud adalah tentang ketentuan dan tata cara penarikan garis pangkal kepulauan Indonesia. Definisi laut teritorial yang terdapat dalam UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia ini adalah mengikuti ketentuan yang tercantum dalam UNCLOS 1982.
Dalam ketentuan ini (UNCLOS III), batas laut teritorial tidak melebihi batas 12 mil laut diukur dari garis pangkal normal. Untuk negara-negara kepulauan yang mempunyai karang-karang di sekitarnya, garis pangkalnya adalah garis pasang surut dari sisi karang ke arah laut. Bagian ini juga membahas tentang perairan kepulauan, mulut sungai, teluk, instalasi pelabuhan, penetapan garis batas laut teritorial antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan serta lintas damai.
b. Batas Landas Kontinen
Batas Landas Kontinen atau batas landas benua adalah garis batas yang merupakan kelanjutan dari benua (kontinen). Kewenenangan yang dimiliki negara dalam wilayah ini bahwa negara pantai boleh melakukan eksploitasi dan eksplorasi kekayaan mineral dan kekayaan alam lainnya dengan kewajiban harus membagi keuntungan dengan masyarakat internasional.
Lautan pada batas laut ini merupakan laut dangkal yang berkedalaman kurang dari 200 m. Karena itu, wilayah laut dangkal dengan kedalaman 200 meter merupakan bagian dari wilayah negara yang berada di kawasan laut tersebut.
Jika ada dua negara yang wilayahnya terlalu dekat dan memiliki wilayah laut pada batas landas kontinen yang sama, maka jarak antarpantai kedua negara diukur dan dibagi menjadi dua. Hal semacam ini terjadi di kawasan Selat Malaka yang berada di antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Lebih lanjut pada konferensi hukum laut Internasional di Jamaika tahun 1982 diputuskan bahwa wilayah laut bagi negara kepulauan sejauh 200 mil dari garis pangkal teritorial. Sebagaimana tindak lanjut pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 5 tahun 1983 tentang Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) bahwa batas wilayah laut Indonesia sejauh 200 mil diukur dari garis dasar. Di dalam wilayah ini, negara pantai berhak menggali segala sumber hayati maupun sumber alam lainnya yang berada di bawah permukaan laut, di dasar laut dan di bawah dasar laut.
Di ZEE, negara-negara lain mempunyai:
3. Peta Wilayah Laut Teritorial Indonesia
4. Upaya Pelestarian Laut di Indonesia
Tanah air kita terkenal subur dan kaya. Kekayaan alamnya sangat melimpah, baik yang ada di dalam bumi maupun di atas permukaan bumi, termasuk di lautan. Hasil laut yang sangat penting adalah ikan, yang sangat banyak ragamnya. Selain ikan, juga kita dapatkan mutiara. Bahkan di dasar laut terdapat pula minyak bumi dan timah. Sekarang banyak dilakukan penambangan minyak bumi dilakukan di laut (dilepas pantai).
Di pesisir pantai yang merupakan batas antara daratan dan lautan terdapat tempat-tempat yang indah mempesona. Pantai berbatu karang, pantai berpasir putih dengan deburan ombak dan daun pohon kelapa yang melambai-lambai menambah indahnya pemandangan. Itu semua merupakan keindahan alam di pantai, yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Bangsa Indonesia yang memiliki perairan laut yang luas dengan segala kekayaan dan keindahannya dan berhak mengelolanya. Pengertian pengelolaan tidak hanya mengambil dan memanfaatkan segala kekayaan dan keindahan yang ada. Namun lebih jauh lagi, bangsa Indonesia harus mampu melestarikan kekayaan alam terutama yang berada di lautan.
Berbagai usaha yang dapat dilakukan bangsa Indonesia dalam upaya pelestarian laut, antara lain sebagai berikut.
a. Larangan Membuang Limbah Industri ke Laut
Pembuangan limbah industri yang bercampur dengan bahan-bahan kimia ke laut akan mengakibatkan punahnya kehidupan di laut. Dalam hal ini, perhatian pemerintah benar-benar dibutuhkan.
b. Pencegahan Polusi Air Laut
Kapal-kapal yang membuang bahan bakar seenaknya dan juga tumpahan minyak dari kapal tanker dapat menyebabkan polusi air laut. Karena adanya polusi tersebut, ikan dan burung-burung yang mencari makan di laut dapat mati. Ikan-ikan itu mati kekurangan oksigen karena permukaan laut tertutup tumpahan minyak. Adapun burung-burung pemakan ikan juga dapat mati karena terjebak gumpalan minyak mentah yang lengket sehingga tidak dapat terbang.
c. Larangan Penggunaan Bahan Peledak untuk Penangkapan Ikan
Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dapat merusak lingkungan laut. Ikan besar dan kecil dapat mati semua karena penggunaan bahan peledak. Belum lagi kerusakan karang yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan ikan tidak memiliki tempat untuk berkembang biak.
d. Mengadakan Reboisasi Pantai
Tanah-tanah yang gundul di sekitar pantai sangat mengancam kelestarian lingkungan. Erosi pantai dapat melebar sampai daratan. Untuk itu kawasan pantai pun perlu reboisasi, yaitu dengan cara penanaman pohon bakau. Upaya ini dilakukan untuk mencegah abrasi atau pengikisan terhadap daerah pantai. Selain berfungsi sebagai penahan air laut yang mengancam daratan, hutan bakau sangat baik untuk berbiak berbagai jenis ikan.
Ordonansi tentang kelautan tahun 1939 dinilai sudah tidak sesuai lagi dan sangat merugikan untuk memelihara kepentingan dan kebutuhan vital Indonesia baik di bidang politik, sosial budaya maupun pertahanan keamanan nasional. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia memperjuangkan batas laut teritorial tersebut ke forum internasional.
Pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah berhasil membuat kesepakatan yang dikenal dengan nama Deklarasi Juanda. Dalam deklarasi ini disebutkan bahwa batas laut teritorial Indonesia adalah 12 mil, dari garis dasar. Deklarasi Juanda tersebut kemudian dikukuhkan dengan UU No. 4 tahun 1960. Kesepakatan ini didukung pula oleh Konvensi Hukum Jamaica.
Adapun isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan sebagai berikut;
1). Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri1. Wilayah Laut Teritorial Indonesia
2). Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
3). Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :
- Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
- Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan
- Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI
Menyadari bahwa wilayah negara memiliki perairan yang sangat luas, Indonesia memberlakukan Hukum Laut Internasional yang disetujui PBB. Hukum itu berupa Traktat Multilateral hasil pertemuan di Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982. Adapun hasil perluasan wilayah laut teritorial Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Batas Laut Teritorial
Batas laut teritorial adalah garis batas yang berjarak 12 mil dari garis dasar. Kewenangan yang dimiliki suatu negara dalam wilayah teritorial sebagaimana lazimnya sebuah negara mengelola daratan.
Dalam pasal 3 ayat 2 undang-undang perairan Indonesia disebutkan bahwa, “Laut Teritorial adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia sebagaimana dimaksud pasal 5”. Pasal 5 yang dimaksud adalah tentang ketentuan dan tata cara penarikan garis pangkal kepulauan Indonesia. Definisi laut teritorial yang terdapat dalam UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia ini adalah mengikuti ketentuan yang tercantum dalam UNCLOS 1982.
Dalam ketentuan ini (UNCLOS III), batas laut teritorial tidak melebihi batas 12 mil laut diukur dari garis pangkal normal. Untuk negara-negara kepulauan yang mempunyai karang-karang di sekitarnya, garis pangkalnya adalah garis pasang surut dari sisi karang ke arah laut. Bagian ini juga membahas tentang perairan kepulauan, mulut sungai, teluk, instalasi pelabuhan, penetapan garis batas laut teritorial antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan serta lintas damai.
b. Batas Landas Kontinen
Batas Landas Kontinen atau batas landas benua adalah garis batas yang merupakan kelanjutan dari benua (kontinen). Kewenenangan yang dimiliki negara dalam wilayah ini bahwa negara pantai boleh melakukan eksploitasi dan eksplorasi kekayaan mineral dan kekayaan alam lainnya dengan kewajiban harus membagi keuntungan dengan masyarakat internasional.
Lautan pada batas laut ini merupakan laut dangkal yang berkedalaman kurang dari 200 m. Karena itu, wilayah laut dangkal dengan kedalaman 200 meter merupakan bagian dari wilayah negara yang berada di kawasan laut tersebut.
Jika ada dua negara yang wilayahnya terlalu dekat dan memiliki wilayah laut pada batas landas kontinen yang sama, maka jarak antarpantai kedua negara diukur dan dibagi menjadi dua. Hal semacam ini terjadi di kawasan Selat Malaka yang berada di antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Lebih lanjut pada konferensi hukum laut Internasional di Jamaika tahun 1982 diputuskan bahwa wilayah laut bagi negara kepulauan sejauh 200 mil dari garis pangkal teritorial. Sebagaimana tindak lanjut pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 5 tahun 1983 tentang Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) bahwa batas wilayah laut Indonesia sejauh 200 mil diukur dari garis dasar. Di dalam wilayah ini, negara pantai berhak menggali segala sumber hayati maupun sumber alam lainnya yang berada di bawah permukaan laut, di dasar laut dan di bawah dasar laut.
Di ZEE, negara-negara lain mempunyai:
- Kebebasan berlayar dan terbang;
- Hak meletakkan kabel dan pipa-pipa, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum laut tentang Landas Kontinen dan ZEE;
- Kebebasan-kebebasan laut lepas yang disebut dalam pasal 88 sampai 115, yang mencakup berbagai bidang yang ada hubungannya dengan kapal dan pelayaran;
- Akses terhadap. surplus perikanan yang tidak dimanfaatkan oleh negara pantai.
2. Global Warming
Global Warming telah menjadi isu yang menyita perhatian manusia sejagat. Dalam definisi sederhana, “global warming” adalah kondisi naiknya suhu permukaan bumi yang disebabkan peningkatan jumlah karbondioksida dan gas-gas lain, atau gas rumah kaca yang menyelimuti bumi dan merangkap panas.
Terhitung mulai tanggal 3 - 14 Desember 2007 di Nusa Dua, Bali diadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang perubahan iklim (UN Climate Change Conference). Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNCCC) ini akan menggantikan Protokol Kyoto yang akan habis 2012. Protokol Kyoto 1997 - 2012 intinya berisi kesepakatan antara negara-negara maju dan berkembang untuk secara bersama-sama mampu mengurangi atau menurunkan emisi karbon di muka bumi.
Apa yang dapat kita lakukan untuk menghadapi Global Warming? Yang kita lakukan adalah dengan melakukan Lima R dan Satu O. Yang disebut Lima R dan Satu O, adalah sebagai berikut:
- Refuse, menolak menggunakan barang yang tidak ramah lingkungan.
- Reduce, atau menggunakan barang seperlunya, menggunakan air seperlunya, mematikan alat pendingin pada ruangan yang kosong, dan mematikan barang elektronik jika tidak dimanfaatkan.
- Reuse, atau menggunakan barang bekas untuk kegunaan yang sama.
- Recycle, atau menggunakan barang bekas untuk kegunaan yang berbeda.
- Rethink, yaitu mengubah paradigma lama yang cenderung eksploitatif dan merusak alam menjadi paradigma yang ramah lingkungan.
Sementara “O” adalah “Otarki” (Jepang) atau “Go Green” yakni menanami pekarangan dan penghijauan lingkungan. Otarki dapat diartikan budaya menanami pekarangan rumah dengan tanaman konsumtif, termasuk di dalamnya tanaman obat-obatan. Selama ini luas pekarangan rumah dan tanah kosong yang dimiliki masyarakat Indonesia belum tergarap secara maksimal.
Bumi yang kita diami adalah anugerah Tuhan. Kita diamanahi untuk mengelola dan menggunakan dengan bijak. Bumi yang sekarang sedang demam global warming perlu kita obati dengan “pil 5-R dan kapsul O”. Sekarang inilah saatnya kita berbuat, bukan lagi berdebat. Go Green, and More Love To Our Earth.
3. Peta Wilayah Laut Teritorial Indonesia
Tanah air kita terkenal subur dan kaya. Kekayaan alamnya sangat melimpah, baik yang ada di dalam bumi maupun di atas permukaan bumi, termasuk di lautan. Hasil laut yang sangat penting adalah ikan, yang sangat banyak ragamnya. Selain ikan, juga kita dapatkan mutiara. Bahkan di dasar laut terdapat pula minyak bumi dan timah. Sekarang banyak dilakukan penambangan minyak bumi dilakukan di laut (dilepas pantai).
Di pesisir pantai yang merupakan batas antara daratan dan lautan terdapat tempat-tempat yang indah mempesona. Pantai berbatu karang, pantai berpasir putih dengan deburan ombak dan daun pohon kelapa yang melambai-lambai menambah indahnya pemandangan. Itu semua merupakan keindahan alam di pantai, yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Bangsa Indonesia yang memiliki perairan laut yang luas dengan segala kekayaan dan keindahannya dan berhak mengelolanya. Pengertian pengelolaan tidak hanya mengambil dan memanfaatkan segala kekayaan dan keindahan yang ada. Namun lebih jauh lagi, bangsa Indonesia harus mampu melestarikan kekayaan alam terutama yang berada di lautan.
Berbagai usaha yang dapat dilakukan bangsa Indonesia dalam upaya pelestarian laut, antara lain sebagai berikut.
a. Larangan Membuang Limbah Industri ke Laut
Pembuangan limbah industri yang bercampur dengan bahan-bahan kimia ke laut akan mengakibatkan punahnya kehidupan di laut. Dalam hal ini, perhatian pemerintah benar-benar dibutuhkan.
b. Pencegahan Polusi Air Laut
Kapal-kapal yang membuang bahan bakar seenaknya dan juga tumpahan minyak dari kapal tanker dapat menyebabkan polusi air laut. Karena adanya polusi tersebut, ikan dan burung-burung yang mencari makan di laut dapat mati. Ikan-ikan itu mati kekurangan oksigen karena permukaan laut tertutup tumpahan minyak. Adapun burung-burung pemakan ikan juga dapat mati karena terjebak gumpalan minyak mentah yang lengket sehingga tidak dapat terbang.
c. Larangan Penggunaan Bahan Peledak untuk Penangkapan Ikan
Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dapat merusak lingkungan laut. Ikan besar dan kecil dapat mati semua karena penggunaan bahan peledak. Belum lagi kerusakan karang yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan ikan tidak memiliki tempat untuk berkembang biak.
d. Mengadakan Reboisasi Pantai
Tanah-tanah yang gundul di sekitar pantai sangat mengancam kelestarian lingkungan. Erosi pantai dapat melebar sampai daratan. Untuk itu kawasan pantai pun perlu reboisasi, yaitu dengan cara penanaman pohon bakau. Upaya ini dilakukan untuk mencegah abrasi atau pengikisan terhadap daerah pantai. Selain berfungsi sebagai penahan air laut yang mengancam daratan, hutan bakau sangat baik untuk berbiak berbagai jenis ikan.